Jumlah penderita penyakit chikungunya di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, sejak awal Januari hingga pertengahan Februari meningkat tajam dibanding tahun sebelumnya.
"Berdasarkan pendataan yang kami lakukan sejak awal Januari hingga 16 Februari, tercatat sebanyak 1.116 kasus chikungunya di Kabupaten Cilacap," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, Sartono di Cilacap, Kamis (18/2).
Ia mengatakan, jumlah tersebut mendekati jumlah kasus chikungunya selama 2009 yang mencapai 1.200 kasus.
Menurut dia, puncak lonjakan kasus chikungunya selama 2009 terjadi pada bulan November dan Desember dengan daerah yang paling banyak mengalami peningkatan kasus di Kecamatan Dayeuhluhur.
Terkait persebaran penyakit chikungunya selama 2010 ini, dia mengatakan, paling banyak ditemukan di Kecamatan Karangpucung karena berdasarkan data dari Puskesmas Karangpucung II, di wilayah ini terdapat sebanyak 743 kasus.
Sementara wilayah lain yang terjangkiti chikungunya, kata dia, berada di Kecamatan Cilacap Tengah sebanyak 150 kasus, Jeruklegi terdapat 120 kasus, Sidareja 50 kasus, Gandrungmangu 30 kasus, Kesugihan 13 kasus, dan Wanareja 10 kasus.
Dia mengakui, keberadaan nyamuk Aedes aegypti penyebar penyakit chikungunya lebih sulit terdeteksi dibanding penyebar demam berdarah dengue karena lebih banyak berada di pekarangan atau kebun.
"Dari pengamatan kami, tingginya kasus chikungunya di Karangpucung karena alphavirus (virus penyebab chikungunya yang dibawa nyamuk Aedes aegypti, red.) banyak ditemukan di batok-batok kelapa yang digunakan untuk menampung getah pinus," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, para penyadap getah pinus diimbau untuk segera membuang air di dalam batok agar tidak terjadi pertumbuhan alphavirus.
Menurut dia, langkah tersebut perlu dilakukan sebagai upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) karena kegiatan pengasapan sulit dilaksanakan di wilayah ini.
"Pengasapan sangat sulit dilakukan karena wilayahnya sangat luas dan tersebar," katanya.
Selain chikungunya, kata dia, penyakit lain yang muncul selama musim hujan ini adalah demam berdarah dengue (DBD).
Kendati demikian, lanjutnya, kasus DBD yang terjadi selama Januari hingga 16 Februari 2010 mengalami penurunan jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya karena hanya tercatat sebanyak 62 kasus.
Menurut dia, penyakit DBD pada Januari 2009 mencapai 115 kasus dengan empat penderita meninggal dunia serta Februari 2009 mencapai 135 kasus dengan seorang penderita meninggal dunia.
"Selama 2009 terdapat 848 kasus DBD dengan delapan penderita meninggal dunia," katanya.
Dia mengatakan, masyarakat Cilacap diimbau untuk selalu berperilaku hidup sehat dan melaksanakan PSN agar kasus chikungunya dan DBD tidak mengalami peningkatan.
"Hal itu penting dilakukan oleh masyarakat karena kami mengalami keterbatasan anggaran untuk penanganan penyakit tersebut. Kami hanya memiliki anggaran sebesar Rp81 juta untuk penanganan selama setahun," kata Sartono.
Secara terpisah, Direktur RSUD Cilacap, Sugeng Budi Susanto mengatakan, saat ini tidak ada pasien DBD yang dirawat di rumah sakit yang dipimpinnya.
Menurut dia, pekan lalu ada empat penderita DBD yang sempat dirawat tetapi kini telah pulang karena sudah sehat kembali.
"Saat ini pasien didominasi penderita demam akibat pengaruh musim hujan, sedangkan penderita diare belum ada. Kalau penderita chikungunya memang jarang yang dirawat di
rumah sakit," kata Sugeng.(ant/yan)
Sumber :
http://erabaru.net/nasional/50-jakarta/10680-chikungunya-di-kabupaten-cilacap-meningkat-tajam 18 Feb 2010
17 Juni 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar